Working Parents versus House/Baby Keeper #Review ART jaman sekarang
Pilihan selalu mendatangkan resiko.
Menjadi orang tua pekerja dengan baby, is a thing.
Apalagi kalo si orangtua ini dua-duanya perantau, yang jauh dari kakek nenek, budhe pakde, kakak adik, dan sodara yang lain.
Artinya, kita jadi sangat bergantung pada keberadaan baby sitter atau Asisten Rumah Tangga (ART) untuk njagain anak selama ditinggal kerja.
Saya pake ART.
Karena baby sitter mahal.
Ha.ha.ha.
Yah, apalagi alasan utamanya kalo bukan budget? Di Surabaya, tarif baby sitter mulai dari sejuta setengah sampai tak terbatas, tergantung tingkat kesejahteraan majikan. :D
Selain itu, baby sitter nggak mau ngapa2in lagi kecuali megang anak. Jadi piring kotornya diapun, kita yang mesti cuciin (lebay).
Dan lagi, baby sitter itu berseragam. Suami saya tidak berkenan ada orang nginep si tempat kita dan dia wira wiri pake seragam. Alasan yang aneh sih memang, tapi saya iya kan saja demi anggaran.
Ghozy bulan ini umur 22 bulan, dan sudah "menghabiskan" 5 ART. -_-'
Waktu cuti melahirkan habis (ghozy 3 bulan), pontang panting cari ART, tapi nggak dapet2. Akhirnya import mertua dulu 2 minggu, dan akhirnya dapet ART pocokan. Pocokan artinya pulang pergi. Si ART ini sudah sepuh, 60 tahunan lebih. Tapi dari fisiknya si masih mampu bekerja. Kami memanggilanya mamak.
Repotnya adalah, datengnya sering siang2. Jadi kita berangkat ngantornya pasti kesiangan juga. Potong gaji deh akhirnya. Terus, pulangnya minta cepet-cepet pisan, jadi akhirnya jam 4 tet itu kita kudu buru2 pulang kalo nggak pengen dicemberutin si mamak.
Si mamak ini bertahan 3 bulan saja, karena kalo saya atau suami lagi Dinas Luar, repotnya jadi dobel. Pas suami Dinas Luar, aktivitas pagi terhambat, karena saya nggak bisa ngapa2in soalnya nggak ada yang pegang ghozy. Jadi pas si mamak dateng (yang sering kesiangan itu), baru deh saya bisa mandi. Semakin telatlah saya berangkat kantor. Apalagi kalo yang Dinas Luar saya. Ayahnya Ghozy super repot pagi2. Hehe...
Jadi yah, akhirnya 3 bulan saja deh selesai urusan sama si mamak. (Dia lho ya, yang minta keluar, dan menyarankan untuk mencari ART lain yang mau diajak nginep).
ART yang ke 2, saya impor dari kampung. Ibu ibu berumur sekitar 30 sekian. Sebelum berangkat ke Surabaya, minta dibelikan sepeda dulu buat anaknya. Sudah dibelikan, minta pula diantarkan. Dan... belum genap seminggu di Surabaya, sudah minta pulang. Surabaya terlalu panas katanya. Dan dia rindu anak-anaknya. Jadi, mau bilang apa?
ART ke 3, dapet dari penyalur. Janda muda dengan 1 anak. Biaya penyalurnya waktu itu minta 300. 2 minggu kerja, izin pulang nengok keluarga. Pada hari H saat dia berjanji akan kembali, dia mengirimkan sms kira-kira seperti ini : "Ibu, saya minta naik gaji. Kalo nggak dinaikin, saya nggak balik aja".
Oh.
Saya sudah 4 tahun bekerja, baru minggu-minggu ini dapet gosip kenaikan gaji 10%. Itupun masih gosip. Realisasinya entah kapan. Nah, ini ART baru kerja 2 minggu sudah minta kenaikan gaji. Pake ancaman tidak balik lagi. Mau diapain kalo ART kayak gini?
Ya dinaikin aja gajinya. Mau apa lagi. Ha.Ha.Hiks.Hiks.
Setelah dinaikin gajinya pun, ternyata tidak menjamin keberlangsungan kerja. 4 bulan akhirnya tak kembali juga. Alasannya?
Sudah bisa diduga. Nggak jelas alasannya. Nggak balik aja pokoknya.
ART ke 4, gadis muda belia umur 20 tahun. Tapi anaknya jempolan. Ini ART favorit saya. Telaten sama anak, nggak macem-macem, kerjaan juga beres. Cuma 3 bulan saja sih tapinya, mau menikah dengan pacarnya. Sekarang sudah hamil dia.
ART ke 5, adalah kakak ipar ART ke 4. Saya memang pesen sama si ART ke 4, untuk mencarikan gantinya. Anaknya seumuran saya, 20 plus plus dengan 2 anak. ART ke 5 ini lumayan baik. Telaten juga sama anak saya. Pernah tak bawa 2 kali pulang kampung waktu DL ke jogja, dan Ghozy baik-baik saja sama dia. Di bulan ke 4 kerja, mulai ada masalah. Yaitu, ART ke 5 saya ini cantik. Dan suaminya tipe pencemburu. Tiba-tiba saja saya ditelepon suaminya, minta memulangkan si ART ke 5 karena dia disinyalir main mata dengan pihak ketiga. olala. Tapi kemudian, ultimatum pulangnya ini dicabut kembali oleh si suami, karena katanya semua hanya salah paham belaka. Jadilah dia bertahan kerja. Tapi sejak saat itu mulai nggak beres deh, ada-ada saja pokoknya. Kalau izin pulang nengok anak, baliknya pasti molor-molor. Repot akhirnya. Pada bulan ke 6, izin pulang 2 hari. Pada hari ke 3, sudah tidak bisa ditelepon. Sms juga tidak dibalas. Kamarnya juga sudah bersih, nggak ada satupun bajunya. Sorenya baru sms, bilang kalo nggak bisa balik lagi.
Sekarang, sedang pontang panting mencari calon ART ke 6. Si penyalur sudah menaikkan tarif baru-baru ini. Antara 700-800 administrasinya doang. Bahkan ada yang 1,5. Gaji ARTnya pun sudah naik dengan signifikan. Yang membuat kita ini harus bekerja, bekerja, dan bekerja dengan giat demi membayar gaji mereka.
Pertanyaanya, kenapa ya ART itu begitu? Tega sekali pergi mendadak dan tidak balik lagi, seolah kita bisa mencari gantinya semudah menjentikkan jari.
Doakan saya segera dapat ART ke 6 dan terakhir kalinya yaaaa....
Amin.
Komentar
Posting Komentar